Jakarta, Kompas - Tahanan/narapidana kasus narkotika berpotensi mengidap penyakit HIV/AIDS. Hingga kini dari sekitar 40.000 tahanan/narapidana kasus narkotika yang menghuni rumah tahanan/lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia, sebanyak 50 persen di antaranya berpotensi mengidap penyakit HIV dan AIDS.
”Ini sebuah angka yang cukup tinggi. Apalagi 90 persen dari tahanan dan narapidana narkotika sebagian besar berusia produktif,” ujar Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Kamis (31/7), seusai penandatanganan nota kesepahaman antara Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM.
MOU yang ditandatangani Andi Mattalatta dan Sekretaris KPAN Nafsiah Mboi adalah dalam rangka mempercepat upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang lebih komprehensif.
Lewat MOU ini kedua lembaga memperkuat komitmen bersama, dalam memanfaatkan dana hibah yang diberikan Global Fund for AIDS, Tuberculosis, and Malaria, untuk penanggulangan AIDS di 72 rutan/lapas yang telah ditentukan Dephukham. GF-ATM adalah lembaga yang didirikan delapan negara tahun 2002 dan diinisiasi Kofi Annan (saat itu Sekjen PBB) untuk memerangi penyakit pembunuh utama rakyat miskin (AIDS, tuberkulosis, dan malaria) di negara-negara berkembang.
Dukungan dana sebesar Rp 9,349 miliar itu untuk mendukung kegiatan pendidikan pencegahan HIV, penyediaan kondom dan pemutih, informasi pre-release dan rujukan kepada perawatan dan pengobatan, serta penguatan kapasitas/pelatihan untuk petugas kesehatan di lapas/rutan tentang pencegahan dan pengobatan.
Andi berterima kasih atas dukungan dana tersebut mengingat angka penghuni rutan/lapas yang berpotensi terkena penyakit HIV/AIDS sangat besar.
”Mungkin ada yang berusia di bawah 18 tahun. Tahanan dan narapidana narkotika tidak ada yang berusia 70 tahun. Umumnya berusia antara 18 tahun hingga paling tinggi 50 tahun. Kalau kita biarkan penyakit ini, mereka akan menjadi manusia tidak berguna,” ujar Andi.
Ditanya jumlah penghuni rutan/lapas yang benar-benar mengidap penyakit HIV/AIDS, Andi menegaskan, hingga kini pihaknya tidak bisa mendeteksi karena banyak penghuni yang menyembunyikan jika terkena penyakit tersebut.
Pada bagian lain Menteri Hukum dan HAM juga mengakui rentannya penghuni rutan/lapas terkena penyakit yang mematikan tersebut karena rutan/lapas di seluruh Tanah Air kelebihan kapasitas. Rutan/lapas hanya bisa menampung sebanyak 80.000 orang, tetapi kondisi sekarang penghuni rutan/lapas telah mencapai 130.000 orang. ”Terjadi kelebihan sebanyak 60 persen,” ujarnya.
Sementara itu, jumlah petugas rutan/lapas juga tidak seimbang. Saat ini persentase petugas dan penghuni 1:25. Karena kelebihan kapasitas, lanjut Andi, tidak mengherankan, narapidana/tahanan lebih lihai ketimbang petugas rutan/lapas. (SON)
Sumber: Kompas
0 komentar:
Posting Komentar